Jumat, Juli 26, 2024
Renungan Harian

Rabu, 13 September 2023

— Peringatan Wajib St. Yohanes Krisostomus
Kol. 3:1-11;
Mzm. 145:2-3,10-11,12-13ab;
Luk. 6:20-26;

Salah satu pertanyaan yang muncul saat membaca teks injil hari ini adalah, bagaimana Yesus dapat mengatakan bahwa orang-orang miskin itu terberkati (bahagia) dan orang-orang kaya itu celaka atau terkutuk?

Tentu ini bukanlah berarti Yesus membenci orang kaya dan mengharapkan semua orang yang menjadi miskin. Yesus mengatakan bahwa mereka yang miskin itu terberkati bukanlah karena kemiskinan itu baik, melainkan karena orang-orang miskin lebih berkemungkinan untuk merasa haus dan lapar akan Allah. Demikian pula sebaliknya, karena mudahnya menjadi berhala, kekayaan materiil dapat “menguasai” hati manusia dan menjauhkannya dari kerendahan hati dalam menghadap Allah guna menerima rahmat-Nya. Kekayaan material juga memancing manusi menuju kepada keserakahan.

Maka supaya lepas dari keserakahan, kita perlu memiliki semangat miskin di hadapan Tuhan. Ini berarti kita tetap melihat diri kita sebagai pribadi yang butuh kebaikan dan rahmat Allah. Dan dengan demikian kita pun melihat segala hal yang kita peroleh dan miliki sebagai bagian dari kebaikan Tuhan yang dihadirkan dalam hidup kita, dan itu akan menggerakkan kita juga untuk bisa berbagi kebaikan dengan sesama.

Kita menjadi orang yang berbahagia di hadapan Tuhan ketika kita berbagi dengan sesama yang miskin. Tidak perlu menjadi kaya untuk dapat berbagi. Setiap orang dapat memberi, entah itu tenaga, waktu, pemikiran, barang materi, ataupun uang. Jelas bahwa saat kita memberi, harta kita berkurang. Saat kita membantu, tenaga, pikiran dan waktu kita terkuras. Akan tetapi, kita tidak perlu khawatir, karena kebaikan kita akan diperhitungkan di surga. Berbuat baik kepada sesama yang kurang mampu dan menghindari sikap tamak adalah usaha kita dalam mencari perkara surgawi. Orang yang merindukan surga akan tetap bekerja dengan giat di dunia ini untuk membangun dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, tetapi mereka tidak lupa diri bahwa dunia yang sempurna ada di atas sana. Kepuasan sementara di dunia ini seyogianya membuat kita merindukan kebahagiaan surgawi yang abadi.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *