Diskusi Kitab Suci: Maria Dalam Kitab Wahyu
Di bawah tema “Bunda Maria Dalam Kitab Wahyu”, kelompok pemerhati Kitab Suci menyelenggarakan diskusi bulanan bertempat di aula Seminari Santo Rafael Oepoi Kupang (4/7). Sebanyak 21 peserta mengikuti pembelajaran bersama di bawah bimbingan narasumber RD Sipri Senda, dosen Kitab Suci di Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang.
Melalui metode proses atau learning by doing, para peserta diarahkan untuk membuka Alkitab masing-masing dan menemukan kitab Wahyu, lalu dibimbing secara bertahap melalui tanya jawab untuk mengenal secara garis besar Kitab Wahyu dengan segala keunikannya. Proses ini memicu banyak pertanyaan dari peserta di antaranya mengenai penulis, tempat penulisan, bahasa simbolik yang digunakan. “Penulisnya bernama Yohanes yang berada di Pulau Patmos. Pulau Patmos adalah pulau kecil di depan kota Efesus. Di pulau itu ada penjara untuk para tahanan politik maupun pidana dan lain-lain. Yohanes dipenjara terkait perlawanan terhadap pemerintah Romawi yang memaksakan kultus penyembahan kepada kaisar sebagai Tuhan dan Allah. Orang kristen waktu itu menolak dan mereka disiksa. Sebagian masuk penjara. Dalam penjara inilah Yohanes mendapat penglihatan dan menulis semuanya dalam kitab Wahyu ini. Diperkirakan sekitar tahun 90-100 kitab ini ditulis.”
Dalam pembahasan mengenai Maria, teks yang dibaca adalah Why 12:1-6 dan 13-18. Dua perikop dalam bab 12 ini berkisah mengenai perempuan dan naga. Ada dua tafsiran dari para penafsir Katolik. Yang pertama, perempuan itu adalah jemaat yang melahirkan Mesias, dan kedua Maria yang mengandung dan melahirkan Yesus Anak Allah. Para peserta diajak menelaah gagasan mengenai relasi perempuan dan laki-laki dalam teks Perjanjian Lama untuk memahami gagasan mengenai perempuan dalam kita Wahyu. Teks rujukan yang dipakai adalah teks nabi Hosea bab 1 dan teks Kidung Agung. Dari pembacaan tersebut, paserta diantar untuk memahami simbol perempuan sebagai Israel dan laki-laki sebagai Allah. Perempuan atau mempelai perempuan mewakili bangsa Israel di hadapan Yahwe Allah Israel yang digambarkan sebagai mempelai laki-laki. Hubungan ini ditegaskan kembali oleh Paulus dalam konteks Perjanjian Baru dalam teks Efesus 5:32, yang menyatakan Kristus sebagai mempelai laki-laki dan Gereja sebagai mempelai perempuan.
Maka istilah perempuan dalam kitab Wahyu bisa dipahami sebagai komunitas umat Allah yang melahirkan Mesias, dan bisa juga Maria sebagai ibu biologis yang mengandung dan melahirkan Anak Allah.
Mencermati kehadiran naga atau Iblis atau Setan yang menyerang perempuan, maupun perlindungan Allah bagi perempuan, para peserta melihat bahwa kehidupan Gereja maupun Maria tidak lepas dari ancaman Iblis yang berjuang merusak rencana keselamatan dari Allah. Meski demikian perlindungan dari Allah sungguh nyata, sehingga Iblis tidak mampu mengalahkan perempuan. Hal ini berarti Maria maupun Gereja, yang di dalamnya ada Maria, dalam ziarah hidup ini akan berhadapan selalu dengan ancaman Iblis, tetapi kuasa Allah tetap melindungi.
Pada akhirnya peserta sendiri mencapai kesimpulan pembelajaran dari teks bahwa Maria menjadi teladan dalam hal iman, ketaatan, kesetiaan, keberanian, ketabahan, cinta kasih bagi para murid Kristus dalam proses kehidupan yang tidak lepas dari godaan dan ancaman Iblis. Maria sebaga Hawa baru yang menang melawan godaan dan ancaman Iblis mengilhami para peserta untuk menghayati spiritualitas Maria dalam kehidupan setiap hari, di atas dasar iman yang kokoh akan perlindungan Allah.