Yesus Melihat, Tergerak, dan Mengutus
Selasa, 8 Juli 2025
Kej. 32:22-32; Mzm. 17:1.2-3,6-7,8b,15; Mat. 9:32-38
Dalam Injil hari ini, kita mendengar tentang dua hal yang sangat menyentuh hati: pertama, tindakan penyembuhan yang dilakukan Yesus atas seorang yang bisu karena kerasukan setan; dan kedua, ungkapan belas kasih Yesus yang begitu mendalam ketika Ia melihat orang banyak yang lelah, terlantar seperti domba tanpa gembala.
Yesus bukan hanya menyembuhkan penyakit jasmani, tetapi juga membebaskan manusia dari belenggu kekuatan jahat yang membungkam hidup dan suara mereka. Orang bisu dalam kisah ini melambangkan banyak orang di sekitar kita yang kehilangan āsuaraā: suara keadilan, suara kebenaran, suara kasih. Dunia kita penuh dengan orang-orang yang tidak dapat bersuara karena tertindas, dimarjinalkan, atau dikekang oleh ketakutan, trauma, dan dosa. Yesus datang bukan hanya untuk menyembuhkan mereka, tetapi untuk mengembalikan kemampuan mereka untuk menyampaikan hidup, menyatakan iman, dan memuliakan Allah.
Namun kisah ini tidak berhenti pada mukjizat. Ada satu momen sangat kuat dalam perikop ini: ketika Yesus melihat orang banyak, ātergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.ā Kata yang dipakai di sini dalam bahasa aslinya sangat kuatāYesus sungguh tersentuh sampai ke relung hati-Nya yang terdalam. Ia melihat manusia dalam kelelahan, kebingungan, dan kehilangan arah. Dan saat itulah Ia mengucapkan sabda yang sangat penting:
“Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.ā
Yesus memanggil kita semua untuk menjadi pekerja-pekerja di ladang tuaian-Nya. Ladang itu adalah dunia ini, keluarga-keluarga kita, lingkungan sosial kita, tempat kerja, dan komunitas umat kita. Di sana ada begitu banyak orang yang membutuhkan sentuhan kasih Tuhanādan Yesus ingin kita hadir sebagai tangan-Nya, suara-Nya, hati-Nya.
Pertanyaannya: Apakah kita bersedia menjadi pekerja itu? Apakah kita cukup peka seperti Yesus, melihat penderitaan orang lain, lalu tergerak oleh belas kasih? Ataukah kita terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri, sehingga melewatkan orang-orang di sekitar kita yang terlantar dan membutuhkan?
Menjadi pekerja di ladang Tuhan bukan berarti harus menjadi imam, suster, atau biarawan. Menjadi pekerja Tuhan berarti menjadikan hidup kita sebagai jalan kasih, pengharapan, dan pelayanan. Ketika kita menolong sesama, mendoakan mereka, meneguhkan yang lemah, memaafkan yang bersalah, atau sekadar hadir bagi mereka yang kesepian, kita sedang ikut serta dalam tuaian besar itu.
Saudara-saudari terkasih,
Hari ini Yesus memandang kita satu per satu, sama seperti Ia memandang orang banyak dalam Injil tadi. Ia melihat kita dengan belas kasih yang sama, dan Ia mengundang kita untuk bekerja bersama-Nya.
Maka, mari kita jawab panggilan itu dengan hati yang rela dan tangan yang terbuka. Mari kita mohon kepada Tuhan: āUtuslah aku, ya Tuhan. Pakailah aku untuk menjadi pembawa terang-Mu.ā Amin.
