Bicara dengan Hati di Era Digitalisasi
Kefamenanu, 18 Mei 2023 – Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya literasi digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar seminar Literasi Digital di Hotel Livero, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada Kamis, 18 Mei 2023. Acara ini diadakan seiring dengan perayaan Hari Kenaikan Isa Almasih sebagai bagian dari upaya untuk mengajak masyarakat berbicara dengan hati di era digitalisasi yang terus berkembang pesat.
Dalam seminar ini, tema yang menjadi pusat perhatian adalah pentingnya bicara dengan hati, sesuai dengan pesan Paus Fransiskus dalam perayaan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-57 yang akan diperingati pada tanggal 21 Mei 2023 mendatang. Rosaria Niken Widiastuti, Dewan Pengawas Perum Produksi Film Negara (PFN), yang mewakili Kemenkominfo, dalam paparannya menyampaikan bahwa bicara tidak hanya dilakukan melalui ucapan verbal, tetapi juga melalui media sosial.
Niken menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang mengalami pertumbuhan digital yang sangat pesat. Data menunjukkan bahwa jumlah ponsel yang beredar mencapai 370,1 juta unit, sementara jumlah penduduk hanya sekitar 277,7 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa ada cukup banyak individu yang memiliki lebih dari satu ponsel. Selain itu, dari total pengguna internet di Indonesia sebanyak 204,7 juta orang, sebanyak 191,4 juta di antaranya aktif menggunakan media sosial.
Namun, Niken juga mengingatkan peserta seminar mengenai tantangan yang dihadapi dalam dunia digital. Era digital membutuhkan adaptasi yang cepat, kemampuan pengambilan keputusan yang efektif, berpikir kreatif, dan kemauan untuk terus belajar agar tidak tertinggal. Di sisi positif, dunia digital menawarkan berbagai manfaat seperti media komunikasi, pertukaran informasi, pencarian informasi, sumber penghasilan, dan alat bantu pengajaran. Namun, ada pula dampak negatif seperti kecanduan, perjudian, pornografi, bullying, dan pencurian data pribadi.
Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, Niken mengingatkan para peserta untuk berhati-hati terhadap ancaman di internet seperti penyebaran hoaks, radikalisme, dan ujaran kebencian. Niken menjelaskan enam ciri-ciri hoaks yang perlu diwaspadai, antara lain sumber informasi yang tidak jelas, konten yang mencurigakan, bahasa yang provokatif, ketidaksesuaian antara judul dan isi, ketiadaan waktu atau tanggal informasi, serta adanya instruksi untuk menyebarkan pesan dengan ancaman jika tidak dilakukan.
Niken menegaskan bahaya hoaks, karena dapat memicu kemarahan, kebencian, merusak moral, dan bahkan menyebabkan perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi peserta seminar untuk mampu membedakan berita yang benar dan hoaks, serta menghindari penyebaran hoaks. Selain itu, penyebar hoaks dapat menghadapi berbagai konsekuensi, termasuk sanksi hukum berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat reputasi digital yang buruk.
Niken juga mengimbau semua pihak untuk mengisi media sosial dengan hal-hal yang positif, cinta kasih, nilai-nilai kemanusiaan, dan konten yang bermanfaat. Menurutnya, lebih baik meningkatkan percakapan yang berasal dari hati di media sosial daripada menyimpan informasi negatif yang merugikan. Dalam mengutip pesan Paus Fransiskus, Niken menyampaikan, “Hatilah yang mendorong kita untuk datang, melihat, dan mendengarkan. Dan hati itu pulalah yang menggerakkan kita berkomunikasi secara terbuka dan ramah.”
Seminar Literasi Digital ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi peserta mengenai pentingnya berkomunikasi dengan hati di era digitalisasi yang terus berkembang.