Senin, Desember 9, 2024
Renungan Harian

Datanglah ya Roh Pencipta

Minggu, 28 Mei 2023 – Hari Raya Pentakosta
Kis.2:1-11
1Kor. 12:3b-7.12-13
Yohanes 20:19-23

Hari ini kita merayakan Pentakosta. Pentakosta memiliki riwayat panjang dalam tradisi Yahudi dan Kristiani. Pentakosta mengandung makna lima puluh. Akan tetapi, Pentakosta bukanlah semata-mata hitungan angka, hari, bulan, atau tahun. Lebih dari itu, bagi bangsa Yahudi dan umat Kristiani, Pentakosta adalah momen atau peristiwa. Sebagai peristiwa, Pentakosta bukanlah suatu yang bersifat statis. Pentakosta adalah suatu peristiwa yang memiliki dinamika. Dengan kata lain, Pentakosta juga dapat merupakan suatu gerakan atau suatu aktivitas. Secara khusus, aktivitas Pentakosta senantiasa menempatkan Roh Kudus sebagai pusat gerakannya.

Dalam tradisi Yudaisme, Pentakosta adalah suatu pesta yang dirayakan lima puluh hari sesudah Paskah untuk mengenang pemberian Sepuluh Perintah Allah kepada Musa di Gunung Sinai. Dalam peristiwa ini, Musa juga mendapatkan sesuatu yang lebih dari itu yaitu ketika Tuhan Allah “mengambil Roh yang hinggap pada Musa, dan menaruhnya atas tujuh puluh tua-tua” (Bil 11:25). Dan karena dikuatkan oleh Allah, para tua-tua itu mulai bernubuat.

Dalam tradisi Gereja, Pentekosta dihubungkan dengan peristiwa turunnya Roh Kudus ke atas para Rasul, yang terjadi lima puluh hari setelah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus. Dalam suasana takut, cemas, putus asa, Roh Kudus hadir memberi semangat dan keberanian baru kepada para rasul untuk lebih percaya diri mewartakan Tuhan yang telah bangkit.

Penulis kitab Kisah Para Rasul dalam bacaan pertama hari ini berusaha melukiskan dinamika Roh Kudus ini sebagai suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah. Tiupan itu lantas nampak bagaikan lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada diri para Rasul. Banyak orang terperangkap pada upaya penggambaran ini. Padahal, penggambaran Roh Kudus ini merupakan suatu ikhtiar manusia yang sangat terbatas untuk menangkap keseluruhan dinamika tersebut. Dengan kata lain, Pentakosta atau turunnya Roh Kudus atas para Rasul sebenarnya lebih dan sekadar ungkapan yang terdapat dalam Kitab Kisah Para Rasul.

Dinamika dahsyat itu nampak dalam buahnya. Buahnya adalah keberanian untuk menjadi saksi, sebagaimana yang terjadi pada diri para Rasul yang sebelumnya ketakukan karena ditinggal Yesus. Katekismus Gereja Katolik Nomor 1832 mengajarkan: “Buah-buah Roh adalah kesempurnaan, yang Roh Kudus hasilkan di dalam kita sebagai buah-buah sulung kemuliaan abadi. Tradisi Gereja menyebutkan dua belas macam: ‘kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri, kerendahan hati, kesederhanaan, dan kemurnian”

Buah-buah Roh Kudus ini memampukan kita untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik di bawah dorongan Roh Kudus. Dengan buah Roh Kudus, menjadi lebih mudah bagi kita untuk bertekun melakukan kebajikan. Hati kita diarahkan kepada kasih akan Allah dan sesama dan membuat kita semakin dapat melepaskan diri dari keterikatan kepada hal-hal duniawi.

Hari ini kita bersyukur karena kita boleh ikut serta dalam peristiwa dan dinamika Pentakosta itu. Namun pertanyaannya bagi kita:, apa makna Pentakosta untuk kita sekarang? Apakah seruan “Veni Creator Spiritus” (datanglah ya Roh Pencipta) masih punya jiwa yang menjadikan hidup kita dinamis dan penuh gairah cinta? Hembusan nafas dan nyala api cinta Roh Kudus seharusnya menjadikan kita orang-orang Kristen yang hidup penuh dan teguh di dalam Allah. Roh Kudus sepatutnya menjadi sumber kemerdekaan, kemuliaan, kegembiraan dan harapan.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *