Rabu, 12 Maret 2025
Hari Biasa Pekan Prapaskah I
Yun. 3:1-10; Mzm. 51:3-4,12-13,18-19; Luk. 11:29-32
Dalam Injil hari ini, Yesus menegur generasi yang meminta tanda sebagai bukti kehadiran Allah. Ia mengingatkan bahwa tidak akan diberikan tanda lain selain tanda Nabi Yunus. Yunus diutus untuk menyerukan pertobatan kepada penduduk Niniwe, dan mereka bertobat. Demikian pula, Ratu dari Selatan datang dari jauh untuk mencari kebijaksanaan Salomo. Yesus menyatakan bahwa kehadiran-Nya lebih besar dari Yunus dan Salomo, tetapi banyak orang tetap tidak percaya dan enggan bertobat.
Pesan utama dari perikop ini adalah panggilan kepada pertobatan sejati. Pertobatan bukan sekadar mengubah perilaku sementara, melainkan sebuah kesadaran mendalam tentang kondisi diri yang membutuhkan pembaruan dalam terang kasih Tuhan. Terkadang kita menginginkan tanda dan keajaiban agar percaya, padahal Tuhan sudah hadir dalam kehidupan kita melalui sabda-Nya, sakramen, dan pengalaman sehari-hari.
Penduduk Niniwe bertobat karena mereka sadar akan dosa dan kesalahan mereka. Kesadaran ini lahir dari hati yang terbuka untuk mendengarkan kebenaran. Kita pun perlu merefleksikan hidup kita: apakah kita sudah hidup sesuai kehendak Allah? Adakah sikap egois, kemarahan, kesombongan, atau keengganan untuk berubah yang masih menguasai kita? Pertobatan sejati dimulai ketika kita berani jujur dengan diri sendiri dan mengakui kelemahan kita di hadapan Tuhan.
Kesadaran akan kesalahan belum cukup jika tidak diikuti dengan tekad untuk berubah. Penduduk Niniwe bukan hanya mendengar seruan Yunus, tetapi mereka mengambil langkah nyata: berpuasa, berdoa, dan mengubah cara hidup mereka. Yesus mengajak kita untuk memiliki sikap serupa: tidak hanya mendengar firman, tetapi juga melaksanakannya dalam kehidupan. Perubahan tidak selalu mudah, tetapi dengan pertolongan Tuhan dan ketekunan, kita dapat memperbaharui diri.
Pertobatan sejati tidak hanya bersifat individual tetapi juga komunitatif. Penduduk Niniwe bertobat sebagai satu bangsa. Ini mengajarkan kita bahwa lingkungan yang mendukung nilai-nilai kebaikan sangat penting bagi perubahan seseorang. Jika kita ingin hidup lebih dekat dengan Tuhan, kita juga perlu berada dalam komunitas yang membangun iman, mendukung nilai-nilai moral, dan membantu kita berkembang dalam kebajikan.
Sebagai keluarga, komunitas gereja, dan masyarakat, kita dipanggil untuk menciptakan suasana yang memfasilitasi pertobatan dan perubahan. Bagaimana kita mendukung sesama dalam pertumbuhan iman mereka? Apakah kita memberikan teladan hidup yang baik bagi orang lain? Ataukah justru kita menjadi batu sandungan bagi mereka yang ingin berubah?
Saudara-saudari terkasih, Yesus hadir bukan hanya untuk memberi tanda-tanda ajaib, tetapi untuk mengundang kita kepada perubahan hati yang sejati. Jangan menunggu tanda baru, karena kasih dan pengampunan Tuhan sudah nyata bagi kita. Marilah kita membuka hati untuk bertobat, mengambil langkah nyata untuk berubah, dan bersama-sama membangun lingkungan yang mendorong pertumbuhan rohani. Semoga kita tidak seperti generasi yang keras hati, tetapi seperti Niniwe yang dengan rendah hati menerima panggilan Tuhan dan berbalik kepada-Nya.
Amin.