Kamis, 21 September 2023
— Pesta St. Matius, Rasul – Penginjil
Ef. 4:1-7,11-13;
Matius 9:9-13;
Hari ini Gereja merayakan pesta Santo Matius, Rasul dan Pengarang Injil. Sebelum mengikuti Yesus, Matius dikenal luas sebagai pemungut cukai di kota Kapernaum, daerah Galilea. Di kalangan masyarakat Yahudi, jabatan pemungut cukai dipandang sebagai jabatan kotor. Para pemungut cukai dipandang sebagai pendosa, karena mereka itu adalah sahabat dan kaki-tangan Romawi, bangsa kafir yang menjajah Israel.
Meskipun demikian, Matius masih berharga di mata Tuhan. Yesus memanggil dia: “Ikutilah Aku!” Panggilan ini menunjukkan bahwa bagi Yesus, Matius masih memiliki titik-titik kebaikan yang dapat diandalkan. Terhadap panggilan Yesus, Matius segera bangun dan mengikuti Yesus. Ia meninggalkan seluruh hartanya, dan dengan rela memulai suatu hidup yang baru bersama Yesus dan murid-murid lainnya.
Sebagai seorang terpelajar, Matius dapat berbicara dan menulis dalam bahasa Yunani dan Aramik. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui. Namun menurut tradisi lisan purba, setelah Yesus naik ke surga, Matius mewartakan Injil dan berkarya di tengah kaum sebangsanya: orang-orang Kristen keturunan Yahudi di Palestina atau Siria selama kira-kira 15 tahun. Selama itulah ia menulis Injilnya yang berisi pengajaran agama dan kesaksian tentang Yesus kepada orang-orang Kristen keturunan Yahudi. Dalam Injilnya, Matius menegaskan bahwa Yesus dari Nazareth itu adalah benar-benar Mesias yang dijanjikan Allah dan dinubuatkan para nabi dalam masa Perjanjian Lama. Setelah menuliskan Injilnya, Matius pergi ke arah timur: ke Masedonia, Mesir, Etiopia dan Persia. Konon ia mati sebagai martir di Persia karena mewartakan Injil tentang Yesus Kristus.
Dari kisah panggilan St. Matius Rasul dan penginjil, kita diingatkan akan sebuah kebenaran bahwa keselamatan datang kepada siapa saja dengan cara yang sama, yaitu melalui pertobatan dan iman. Rahmat panggilan Tuhan itu selalu sanggup mengubah situasi berdosa menjadi situasi berahmat, ketika kita mau terbuka hati pada-Nya. Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita mau menanggapi undangan Yesus untuk mengikut Dia? Maukah kita menerima undangan-Nya untuk ikut serta dalam persekutuan kasih-Nya? Ataukah kita mau tetap menjauhkan diri dari Dia karena kita mengukur kepantasan atau ketidakpantasan diri kita sendiri?