Rabu, Januari 8, 2025
Suara Gembala

“MARILAH KITA PERGI KE BETLEHEM….” (Luk 2:15)

SURAT GEMBALA NATAL 2024

Uskup Keuskupan Agung Kupang

 

Saudara-saudari yang terkasih,

Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita” (Luk 2:15). Begitulah yang dikatakan oleh para gembala satu sama lain setelah mendengar warta malaikat. Sebuah pelajaran indah muncul dari kata-kata sederhana ini. Berbeda dengan banyak orang lain yang sibuk dengan banyak hal, para gembala adalah orang-orang pertama yang melihat hal paling penting dari semuanya, yakni anugerah keselamatan. Mereka yang rendah hati dan miskinlah yang menyambut peristiwa Inkarnasi. Para gembala merespons Tuhan yang datang menemui kita dalam Bayi Yesus dengan pergi menemui-Nya dengan kasih, syukur, dan kagum. Berkat Yesus, pertemuan antara Tuhan dan anak-anak-Nya ini melahirkan agama kita dan menjelaskan keindahannya yang unik, yang sangat terlihat dalam adegan kelahiran Yesus.

Ketika datang ke dunia, Putra Allah dibaringkan di palungan, tempat makan binatang-binatang. Palungan yang beralaskan jerami menjadi tempat tidur pertama bagi Dia yang disebut penginjil Yohanes sebagai “Firman yang telah menjadi daging dan diam di antara kita….” (1:14), dan yang akan menyatakan diri-Nya sebagai “roti yang turun dari surga” (Yoh 6:41). Santo Agustinus, bersama dengan Bapa-bapa Gereja lainnya, terkesan dengan simbolisme ini: “Dibaringkan di palungan, Dia menjadi makanan kita” (Sermon 189, 4). Demikianlah, Bethlehem, tempat kelahiran Bayi Yesus, telah menjadi rumah daging sekaligus rumah roti, sumber rezeki rohani yang menopang para peziarah pengharapan dalam perjalanannya melintasi padang gurun kehidupan nan gersang dan penuh tantangan menuju tanah air surgawi.

Palungan Natal mengingatkan kita akan banyak misteri kehidupan Yesus dan membawanya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Ia menunjukkan kasih sayang Tuhan yang lembut: Pencipta alam semesta merendahkan diri-Nya untuk mengambil kelemahan kita. Dalam segala misterinya, anugerah kehidupan menjadi lebih menakjubkan ketika kita menyadari bahwa Putra Maria adalah sumber dan penyelenggara segala kehidupan. Dalam Yesus, Allah Bapa telah memberikan kita seorang saudara yang datang untuk mencari kita kapan pun, teristimewa ketika kita mengalami kebingungan, kecemasan, keputus-asaan, dan kehilangan semangat akibat ketidakpastian hidup dan kegagalan-kegagalan kita. Dialah teman setia yang selalu di sisi kita. Oleh pengorbananNya di salib, Dia mengampuni dan membebaskan kita dari dosa-dosa kita. Dengan demikian, palungan Natal sekaligus mengundang kita untuk “merasakan” dan “menyentuh” kemiskinan yang dipikul oleh Putra Allah dalam Inkarnasi. Ia mengajak kita untuk mengikuti Dia di sepanjang jalan kerendahan hati, kemiskinan, dan penyangkalan diri yang membawa kita dari palungan Bethlehem menuju salib. Ia meminta kita untuk bertemu dengan-Nya dan melayani-Nya dengan menunjukkan belas kasihan kepada saudara-saudara kita yang paling membutuhkan (bdk. Mat 25:31-46).

Selain palungan Natal, ada juga beberapa elemen lain berkaitan dengan adegan kelahiran Yesus. Pertama, ada latar belakang langit yang dipenuhi bintang, dibalut dalam kegelapan dan keheningan malam. Secara simbolis, latar belakang ini ingin menggambarkan situasi hidup kita. Ada saat-saat dalam hidup ketika kita mengalami kegelapan malam. Namun bahkan pada saat-saat gelap seperti itu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dialah Cahaya Bintang Sejati yang menerangi lorong-lorong gelap hidup kita. Dia senantiasa hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang makna hidup kita. Siapakah saya? Dari mana saya berasal? Mengapa saya dilahirkan pada waktu tertentu dalam sejarah? Mengapa saya mencintai? Mengapa saya menderita? Mengapa saya akan mati? Tuhan menjadi manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Kedekatan-Nya membawa cahaya di mana ada kegelapan dan menunjukkan jalan kepada mereka yang tinggal dalam bayang-bayang maut (bdk. Luk 1:79). Kedua, ada reruntuhan rumah atau bangunan kuno, yang dalam beberapa kasus menggantikan kandang Bethlehem dan menjadi tempat tinggal bagi Keluarga Kudus. Reruntuhan ini menjadi simbol nyata dari segala sesuatu yang fana, yang niscaya akan berlalu, runtuh, hancur, membusuk, dan mengecewakan. Yesuslah satu-satunya sosok pembawa pembaruan di tengah-tengah dunia yang semakin menua. Dia datang untuk menyembuhkan dan membangun kembali, untuk memulihkan serta mengembalikan dunia dan hidup kita ke kemuliaannya yang asali. Ketiga, ada gunung, aliran sungai, kawanan domba, dan para gembala, yang mengingatkan kita akan sabda para nabi, bahwa seluruh ciptaan akan bersukacita menyambut kedatangan Mesias. Keempat, ada para Malaikat dan bintang penuntun yang merupakan tanda bahwa kita juga dipanggil untuk berangkat menuju kandang Betlehem dan menyembah Tuhan. Kelima, ada sosok-sosok simbolis dan paradoksal dalam diri Herodes dan para Majus dari Timur. Yang satu, yakni Herodes, adalah simbol dan representasi manusia egois, ambisius, serakah, haus akan kekuasaan, dan yang karena itu juga, menjadi tuli dan buta terhadap kabar sukacita. Sebaliknya para Majus dari Timur, adalah orang-orang bijak bestari yang senantiasa lapar dan haus akan Yang Tak Terbatas, yang memulai perjalanan panjang dan penuh risiko oleh tuntunan Cahaya Bintang menuju ke Betlehem (Bdk. Mat 2:1-12). Sukacita besar menyelimuti mereka di hadapan Raja Bayi itu. Berkat perjumpaan itu, mereka memahami bahwa Tuhan yang dengan kebijaksanaan-Nya yang berdaulat menuntun perjalanan bintang-bintang, juga menuntun perjalanan sejarah, meruntuhkan yang kuat dan congkak, serta mengangkat yang lemah dan rendah. Setelah kembali, mereka pun memberitahukan kepada orang lain tentang pertemuan menakjubkan dengan Mesias. Dengan demikian, dimulailah penyebaran Injil di antara bangsa-bangsa.

Saudara-saudari yang terkasih,

Sebagaimana para Majus dan juga para gembala, kita pun sebagai satu kawanan umat Allah dipanggil untuk berjalan bersama menjumpai Bayi Yesus, sang Cahaya Sejati, pembawa terang dan harapan di tengah-tengah bayang-bayang kegelapan, keputusasaan, dan ketidakpastian hidup. Perjumpaan sejati dan tulus dengan sang Bayi Yesus menyadarkan kita bahwasanya Allah senantiasa berkarya meluncurkan revolusi cinta dan kelembutan yang memberikan harapan dan martabat bagi orang-orang kecil, lemah, miskin, terpinggirkan, terbuang dan difabel. Perjumpaan itu juga mengajarkan kita tentang bagaimana menghayati serta menghidupi iman dalam tindakan bela rasa dan belas kasih kepada mereka yang miskin, terpinggirkan, terbuang, dan kehilangan harapan, sebagai jalan menuju dunia yang lebih manusiawi dan penuh persaudaraan. Di tengah-tengah situasi nyata kehidupan kita dewasa ini yang masih terus dibayang-bayangi aneka persoalan berupa primordialisme, intoleransi, fanatisme picik, korupsi, ketidakadilan, kemiskinan, stunting, pengangguran, perdagangan manusia, judi dan pinjaman online, penyebaran berita-berita bohong yang menyesatkan, mengadu-domba dan memecah-belah, serta kerusakan lingkungan hidup, kita dipanggil untuk berjalan bersama dan membangun sinergi dengan semua umat beragama, pemerintah, dan segenap elemen bangsa, demi menghadirkan sukacita, keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan bagi semua orang. Bersama Bayi Yesus, sang Pembawa Damai, kita berjuang mewujudkan misi profetis-Nya untuk memberitakan pembebasan kepada para tawanan, penglihatan bagi yang buta, pembebasan bagi orang-orang tertindas, dan untuk memberitakan datangnya tahun rahmat Tuhan (Bdk. Luk 4:19).

Dengan rasa syukur dan sukacita yang besar, marilah kita bergegas ke Betlehem, untuk berjumpa kembali dengan Bayi Yesus dalam Tahun Yubileum 2025, yang dimulai pada tanggal 24 Desember 2024, dan akan terus berlanjut hingga 6 Januari 2026. Dengan semangat Natal, kita sebagai ‘Peziarah-peziarah Pengharapan‘, akan memulai perjalanan Tahun Rahmat Tuhan ini dengan penuh sukacita sebagai tanda harapan pasti bagi dunia kita. Kita bergembira dalam iman kita, dalam Gereja kita, dan terutama dalam Tuhan kita Yesus Kristus yang menampakkan hati Bapa yang penuh belas-kasih melalui kuasa Roh Kudus. Sembari merayakan Natal dengan penuh sukacita, hendaklah kita menghayati secara mendalam tradisi besar Yubileum ini sebagai sebuah perjalanan bersama yang mengundang kita untuk mengalami transformasi dalam Kristus, ketika keberadaan kita diselaraskan dengan kekudusan Tuhan.

Selamat Natal dan Tahun Baru, serta selamat memulai perjalanan Yubileum 2025 dengan penuh sukacita. Tuhan memberkati.

 

Diberikan di Kupang, 22 Desember 2024

Salam dan berkat,

Mgr. Hironimus Pakaenoni

Uskup Agung Kupang

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *