Rabu, Oktober 9, 2024
25 Tahun Mgr Petrus Turang

Communio: Persekutuan, Gereja Peziarah di tengah Tantangan dan Harapan

oleh: RD Gerardus Duka (Vikjen Keuskupan Agung Kupang)

Melihat kembali catatan pastoral Mgr. Petrus Turang selama 25 tahun karya penggembalaannya di Keuskupan Agung Kupang, kita selalu akan menemukan satu kata kunci yang menjadi titik pijak karya penggembalaannya. Kata kunci itu adalah Iman kepada Yesus Kristus yang dihayati di dalam kebersamaan. Iman tidak semata dihayati sebagai ungkapan pasrah pada wahyu Allah dalam peristiwa Yesus Kristus, tetapi juga menyangkut perwujudannya di dalam berjalan bersama sambil melakukan karya-karya kebaikan. Inilah buah dari refleksi tentang “Pertransiit Benefaciendo” – Dia berkeliling sambil berbuat baik – (Kis. 18:38), yang diambil oleh Mgr. Petrus Turang sebagai motto karya penggembalaannya di Keuskupan Agung Kupang.

Motto yang dipilih oleh Mgr. Petrus Turang sebagai arah dari karya kegembalaannya ini secara intrinsik memiliki pesan biblis, teologis dan pastoral yang sangat dalam, yakni menghadirkan sebuah karya pembebasan yang utuh dan menyeluruh bagi seluruh umat beriman di wilayah Keuskupan Agung Kupang. Sumber dan corak khas pastoral Yesus Kristus sebagaimana yang disampaikan melalui Kitab Suci menjadi dasar pijak dari karya pastoral Mgr. Turang selama 25 tahun kepemimpinannya.

Semangat yang dibawa oleh motto ini, membangkitkan kesadaran bahwa kehadiran Allah dalam peristiwa Yesus Kristus tidak hanya bagi orang Israel saja, tetapi untuk seluruh umat manusia. Atas dasar refleksi ini, maka arah penggembalaan yang dijiwai oleh motto ini sejak awal memunculkan corak universalitas pelayanan. Hal ini memang sejalan dengan situasi aktual masyarakat di wilayah Keuskupan Agung Kupang yang multikutur. Tentu ini membawa konsekuensi bahwa pelayanan yang dilaksanakan tidak lagi terfokus hanya bagi sekelompok orang (umat katolik) semata, tetapi juga menyapa semua orang dan seluruh budaya. Dengan demikian Injil Yesus Kristus menjadi warta yang tetap bergema dan keadaan peduli sesama di bidang manusiawi tumbuh dengan benar dan berkeadilan sosial.

Sebagai persekutuan iman yang bergerak dari Gereja diaspora dan kini telah bertumbuh menjadi Keuskupan Agung, semangat communio/ kebersamaan sangatlah menyata dalam perjalanan Gereja di Keuskupan Agung ini. Iman kepada Allah yang merupakan panggilan dasar dari setiap manusia beriman, dalam konteks Gereja Keuskupan Agung Kupang, terus berkembang dan dihayati sebagai instrumen dasar dalam seluruh karya pastoral sehingga pada akhirnya mampu menggerakkan persekutuan dan persaudaraan yang saling melayani. Di sinilah Gereja Keuskupan Agung Kupang tumbuh dan berkembang dalam kebersamaan. Dasar kebersamaan itu adalah iman akan Yesus Kristus yang menyata dalam praktek hidup keseharian umat.

Kesadaran akan persekutuan yang didasarkan pada iman akan Yesus Kristus dan perwujudannya dalam berjalan bersama, telah menjadi dasar bagi tema-tema karya pastoral di Keuskupan Agung Kupang selama 25 tahun terakhir. Di antaranya: Bagaimana menggerakkan orang muda dalam Gereja sebagai tulang punggung pertumbuhan pastoral yang rumit dan sulit dewasa ini; Bagaimana memahami keadaan dewasa ini dalam hubungan dengan politik dan ekonomi yang semakin bercorak individualistik, sehingga persekutuan gerejani tidak saja berada pada jalan aman, tetapi perlu terus mempertajam gerak yang mengutamakan kebersamaan bersaudara di tengah persaingan yang tidak sehat, sehingga semakin terbuka kepada kerja sama yang saling melibatkan dan saling menguntungkan di bidang kesejahteraan.

Umat katolik Keuskupan Agung Kupang dalam kesadaran diri sebagai Gereja Peziarah, di tengah segala keterbatasan dan kelemahan selalu menyadari bahwa persekutuan merupakan dasar dari perutusan Injil. Kegembiraan Injil sudah menjadi roh dalam keseluruhan perjalanan sebagai murid-murid Yesus Kristus, yang menghayati iman secara utuh dalam gerak kemandirian dan kesetiakawanan dengan tetap mempertahankan semangat perutusan yang saling melayani di tengah situasi aktual masyarakat daerah ini.

Semangat communio yang dihayati ini, telah mendorong dan menggerakan Gereja Keuskupan Agung Kupang, dan komunitas-komunitas hidup iman untuk tumbuh bersama dalam persaudaraan yang saling peduli, dalam semangat saling menghargai dan keterbukaan dialogis antar satu dengan yang lain. Di sinilah roh “Pertransiit benefaciendo” yang telah menjadi titik pijak perjalanan umat katolik di wilayah ini hendaknya tetap menyata dalam semangat untuk selalu terbuka dan kerelaan bekerjasama dengan semua pihak dalam melakukan karya-karya kebaikan, sebagai wujud dari iman yang dihayati dalam kebersamaan. Roh “Pertransiit benefaciendo” perlu terus menjadi semangat yang memampukan Gereja Keuskupan Agung Kupang untuk tidak sekedar berjalan sambal mencari kebaikan bagi diri sendiri, tetapi terus berupaya membangun kebaikan bersama dengan merobohkan tembok-tembok pemisah yang seringkali hadir dalam perjalanan bersama.
Dalam konteks ini, iman akan Kristus yang dihayati di tengah keberagaman, akan selalu menjadi tantangan nyata bagi Gereja di Keuskupan Agung Kupang hari ini dan di masa depan. Bagaimana menghadirkan kehidupan iman kristiani dalam semangat kerjasama yang saling memberdayakan, sehingga segala perbedaan tidak menjadi sarana provokasi yang meruntuhkan persekutuan hidup yang telah terjalin selama ini. Di sinilah peran persekutuan umat yang beriman kepada Kristus perlu menghadirkan diri dalam geliat iman yang mendorong hidup sosial agar menjadi warta yang bermakna bagi lingkungannya, juga dalam dialog dengan orang lain. Gereja Keuskupan Agung Kupang dengan kekhasannya hadir di tengah ragam budaya dan religi sebagai pembawa warta sukacita yang berpengharapan. Efek kelihatan yang hendaknya terus hadir adalah semangat saling peduli. Sementara efek tak kelihatan adalah tumbuhnya sebuah corak rohani sebagai kekuatan menghadapi tantangan-tantangan saat ini dengan lebih cerdas, dan berguna bagi diri sendiri dan banyak orang lain. Inilah perutusan untuk bersama menghadirkan Kabar Gembira Yesus Kristus di tengah dunia.

Di bidang sosial ekonomi, tantangan untuk tetap menggemakan gerakan pengembangan sosial ekonomi umat yang secara khas hadir melalui ajakan untuk menanam, memberi pesan bahwa persekutuan hidup umat beriman harus tetap berpijak di tanah demi memajukan hidup iman yang mendorong kebaikan dan kesejahteraan bersama. Unsur pembebasan dari pelbagai macam persoalan sosial ekonomi, termasuk di dalamnya persoalan kerusakan lingkungan hidup, ketersediaan pangan yang berkelanjutan, buruh migran, rendahnya tingkat pendidikan dan stunting yang masih menjadi keprihatinan aktual wilayah ini, hendaknya juga menjadi perutusan Gereja Keuskupan Agung Kupang. Maka ketika Gereja ‘berkeliling’, mestinya berita pembebasan ini terus pula digemakan sebagai bagian dari karya kebaikan yang disuarakan, agar darinya tumbuh keadilan bersama, dan menetaplah kedamaian bagi seluruh umat beriman dan segenap umat manusia.

Sebagai Gereja yang masih berada di dunia, kemajuan lingkungan teknologi digital telah juga menjadi tantangan dan peluang dalam hidup Gereja dan masyarakat, termasuk di Keuskupan Agung Kupang. Pertumbuhan globalisasi tidak dengan sendirinya memberi dampak positif bagi persekutuan umat beriman yang sedang dan akan terus berjalan bersama. Kemampuan teknologi yang dasyat telah dan sedang menghadirkan pelbagai perubahan dalam komunikasi manusiawi. Di satu sisi, ini menjadi hal yang dapat menyokong semangat berjalan bersama agar semakin sarat dengan persaudaraan dan persahabatan. Namun di sisi lain, dapat pula menghadirkan suatu tantangan dalam upaya membangun penghayatan iman dalam persekutuan.

Sekali pun Gereja berhadapan dengan tantangan itu, selalu ada harapan bahwa dalam persekutuan hidup umat beriman, penggunaan teknologi yang dilakukan dengan bijak senatiasa dapat membantu umat untuk mengembangkan imannya demi menjawabi persoalan-persoalan hidup di bidang spiritual secara lebih baik. Kemajuan yang ada juga menolong umat untuk lebih kreatif, efektif dan mempermudah relasi sosial. Teknologi digital dengan segala kecanggihannya, tidak lagi dipandang sebagai persoalan dalam menghayati iman tetapi justru membantu relasi hidup sosial manusiawi yang lebih siap dan lebih responsif atas iman yang dihayati.

Karena itu menjadi penting bahwa perjalanan Gereja Keuskupan Agung Kupang, haruslah tetap menegaskan diri sebagai Gereja yang terus berjalan sambil berbuat baik, peduli bagi mereka yang kecil dan menderita yang dijumpai di setiap paroki, Stasi, Kapela, Kelompok Umat Basis, menuju Kerajaan Allah dalam bingkai pergumulan kerajaan kemanusiaan.***

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *