Selasa, November 18, 2025
Konsultasi Iman

Konklaf: Bagaimana Seorang Paus Dipilih

Dari pemungutan suara oleh para kardinal elektor hingga pembakaran surat suara dalam tungku besi cor yang berasal dari tahun 1939, inilah gambaran tentang apa yang terjadi di dalam Kapel Sistina selama pemilihan Paus.

“Eligo in Summum Pontificem” (“Saya memilih sebagai Pemimpin Tertinggi”.)
Inilah kata-kata yang tercetak pada setiap surat suara yang akan digunakan oleh 133 kardinal elektor untuk memilih Paus Roma ke-267. Surat suara berbentuk persegi panjang, dengan bagian atas memuat frasa Latin tersebut dan bagian bawah dibiarkan kosong untuk ditulisi nama kandidat yang dipilih. Surat suara ini dirancang untuk dilipat dua — sebuah detail yang diatur dalam Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis.

Distribusi Surat Suara

Setiap kardinal elektor menerima sedikitnya dua atau tiga surat suara, yang dibagikan oleh petugas upacara. Kemudian, kardinal senior mengundi nama untuk menunjuk tiga scrutineers (penghitung suara), tiga infirmarii (pengumpul suara dari kardinal yang sakit), dan tiga revisers (pemeriksa perhitungan suara). Jika ada yang tidak dapat menjalankan tugas karena sakit atau alasan lain, maka akan diundi nama pengganti. Tahapan ini disebut pra-penghitungan suara (pre-scrutiny).

Sebelum pemungutan suara dimulai, semua pihak non-elektor — termasuk sekretaris Dewan Kardinal, Pemimpin Perayaan Liturgi Kepausan, dan para petugas upacara — harus meninggalkan Kapel Sistina. Diakon kardinal senior kemudian menutup pintu, dan hanya membukanya bila perlu, misalnya saat para infirmarii pergi mengumpulkan suara dari kardinal yang sakit dan kembali.

“Ruang Air Mata”

Setelah seorang Paus terpilih, ia akan dibawa ke “Ruang Air Mata”, sebuah ruang kecil di samping Kapel Sistina tempat ia mengenakan jubah putih kepausan untuk pertama kalinya.

Proses Pemungutan Suara

Setiap kardinal, sesuai urutan keutamaan, menuliskan nama kandidat pilihannya pada surat suara, melipatnya, mengangkatnya agar terlihat, dan membawanya ke altar. Di sana, terdapat sebuah piala yang ditutup dengan penutup logam.

Setiap elektor mengucapkan sumpah dalam bahasa Italia:

“Chiamo a testimone Cristo Signore, il quale mi giudicherà, che il mio voto è dato a colui che, secondo Dio, ritengo debba essere eletto.”
(“Saya memanggil Kristus Tuhan sebagai saksi, yang akan menjadi hakim saya, bahwa suara saya saya berikan kepada dia yang menurut saya, berdasarkan kehendak Allah, pantas dipilih.”)

Kemudian kardinal meletakkan surat suara di atas penutup logam dan menggunakannya untuk menjatuhkan suara ke dalam piala, membungkuk ke altar, dan kembali ke tempat duduknya.

Kardinal yang hadir tetapi tidak mampu berjalan ke altar karena sakit menyerahkan surat suaranya yang telah dilipat kepada salah satu scrutineers, yang membawanya ke altar dan memasukkannya dengan cara yang sama, tanpa mengulangi sumpah.

Kardinal Sakit yang Memberikan Suara dari Kamar

Jika ada kardinal yang terlalu sakit untuk hadir di kapel, tiga infirmarii mengunjungi mereka dengan nampan berisi surat suara dan sebuah kotak terkunci (yang sebelumnya diperlihatkan dalam keadaan kosong dan dikunci; kuncinya diletakkan di atas altar). Di bagian atas kotak terdapat celah untuk memasukkan surat suara yang telah dilipat. Setelah selesai, para infirmarii membawa kotak kembali ke kapel dan membukanya di hadapan para elektor. Suara dari kotak ditambahkan ke suara yang telah ada di dalam piala utama.

Penghitungan

Setelah semua suara diberikan, scrutineer pertama mengocok piala untuk mencampur surat suara. Scrutineer terakhir lalu menghitung surat suara satu per satu, memindahkannya ke wadah kosong kedua. Jika jumlah surat suara tidak sesuai dengan jumlah pemilih, semua surat suara dibakar dan pemungutan suara diulang segera. Jika jumlahnya cocok, surat suara dibuka dan dibacakan.

Tiga scrutineers duduk di meja di depan altar. Yang pertama membaca nama pada surat suara dan menyerahkannya ke yang kedua, yang mengonfirmasi nama tersebut dan memberikannya ke yang ketiga, yang membacakan dengan lantang dan mencatatnya. Jika ada dua surat suara dari orang yang sama dan memuat nama yang sama, dihitung sebagai satu suara. Jika berbeda nama, keduanya dianggap tidak sah, namun keseluruhan pemungutan suara tetap sah.

Setelah semua surat suara dibaca dan dihitung, scrutineer terakhir menusuk setiap surat suara dengan jarum pada kata Eligo dan menjahitnya dengan benang. Ujung benang diikat, dan surat suara disimpan dengan aman.

Mayoritas yang Diperlukan

Untuk memilih seorang Paus baru, diperlukan mayoritas dua pertiga. Dalam konklaf mendatang pada Rabu, 7 Mei, artinya minimal dibutuhkan 89 suara dari 133 elektor.

Terlepas dari apakah seorang Paus terpilih atau tidak, para revisers akan memeriksa ulang penghitungan dan mencocokkan catatan para scrutineers untuk memastikan semuanya berjalan benar. Setelah itu, sebelum para elektor meninggalkan Kapel Sistina, semua surat suara dibakar dalam tungku besi cor yang pertama kali digunakan pada konklaf tahun 1939. Para scrutineers melakukan ini dengan bantuan sekretaris Dewan Kardinal dan petugas upacara, yang dipanggil oleh diakon senior.

Sebuah tungku kedua, yang dipasang pada tahun 2005, terhubung ke cerobong asap yang terlihat dari Lapangan Santo Petrus. Di sinilah bahan kimia ditambahkan untuk mewarnai asap: hitam jika belum ada Paus terpilih, putih jika telah ada. Jika dua pemungutan suara dilakukan secara berturut-turut, surat suara dari keduanya dibakar bersamaan di akhir putaran kedua.

Putaran Pemungutan Suara dan Jeda Rohani

Pemungutan suara dilakukan empat kali sehari — dua kali pagi dan dua kali sore. Jika setelah tiga hari belum ada kandidat yang terpilih, pemungutan suara dihentikan selama satu hari untuk doa, diskusi informal, dan nasihat rohani singkat oleh diakon kardinal senior.

Pemungutan suara kemudian dilanjutkan. Setelah setiap tujuh putaran tambahan tanpa hasil, diadakan jeda dan nasihat rohani lagi — pertama oleh imam kardinal senior, dan jika masih belum berhasil, oleh uskup kardinal senior.

Jika setelah 21 suara belum juga ada Paus yang terpilih, diadakan jeda terakhir untuk doa, dialog, dan refleksi. Setelah itu, pemungutan suara dilanjutkan — tetapi para kardinal hanya boleh memilih antara dua kandidat yang memperoleh suara terbanyak pada putaran sebelumnya. Meski demikian, mayoritas dua pertiga tetap diperlukan, dan kedua kandidat tersebut tidak boleh memberikan suara.

 

Sumber: https://www.vaticannews.va/en/pope/news/2025-05/conclave-how-a-pope-is-elected.html

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *