Rabu, 25 Maret 2025
Hari biasa Pekan III Prapaskah
Ul. 4:1,5-9; Mzm. 147:12-13,15-16,19-20; Mat. 5:17-19
Dalam Injil hari ini, Yesus berkata, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat 5:17). Perkataan ini menegaskan bahwa Yesus tidak menghapus hukum Taurat, tetapi justru membawa pemenuhan yang sejati. Yesus datang untuk mengoreksi pemahaman yang keliru tentang hukum Taurat yang seringkali hanya ditekankan pada pelaksanaan harafiah, tanpa menyentuh inti terdalam dari hukum itu sendiri, yaitu kasih.
Dalam sejarah bangsa Israel, hukum Taurat diberikan oleh Allah melalui Musa sebagai pedoman hidup. Namun, dalam perjalanannya, hukum itu sering kali dipahami secara kaku dan legalistik. Para ahli Taurat dan orang Farisi menitikberatkan pada kepatuhan lahiriah terhadap aturan, tetapi sering mengabaikan nilai yang lebih dalam, yaitu relasi kasih antara manusia dengan Allah dan sesama.
Yesus mengajarkan bahwa hukum Taurat bukan hanya tentang aturan tertulis, tetapi tentang nilai keselamatan dan kasih Allah yang terkandung di dalamnya. Hukum tidak boleh hanya menjadi beban yang memberatkan, tetapi harus menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna. Oleh karena itu, Yesus merangkum seluruh hukum Taurat dalam dua perintah utama: Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu, dan segenap akal budimu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:37-39).
Saudara-saudari yang terkasih,
Yesus mengajak kita untuk memahami bahwa ketaatan kepada hukum Tuhan harus berakar dalam kasih. Jika kita hanya mengikuti perintah demi kepatuhan semata, tetapi tidak memiliki kasih, maka kita kehilangan makna sejati dari hukum itu sendiri. Inilah hukum baru yang diberikan oleh Yesus, yaitu hukum kasih yang melampaui sekadar aturan.
Bagaimana kita menerapkan hukum kasih ini dalam kehidupan sehari-hari? Kita diajak untuk tidak hanya menjalankan ibadah secara lahiriah, tetapi juga memperhatikan hubungan kita dengan sesama. Mengasihi berarti berbelas kasih kepada mereka yang membutuhkan, memaafkan mereka yang bersalah kepada kita, dan membangun hubungan yang damai dengan orang lain. Hukum kasih ini harus menjadi pedoman dalam setiap aspek hidup kita, baik di keluarga, di tempat kerja, maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Maka, marilah kita sebagai murid-murid Kristus, tidak hanya berhenti pada pelaksanaan hukum secara harafiah, tetapi menggali makna terdalamnya: kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Semoga Tuhan menolong kita untuk semakin memahami dan menghidupi hukum kasih ini dalam hidup kita sehari-hari. Amin.