Minggu, September 14, 2025
Berita

Umat KUB Sto. Mikhael Malaikat Agung Oebobo B Antusias Ikuti Katekese BKSN Minggu II

Kupang, 12 September 2025 — Suasana penuh kebersamaan dan sukacita tampak terpancar dari wajah umat KUB Sto. Mikhael Malaikat Agung Wilayah Oebobo B, Paroki Sta. Maria Assumpta, ketika melaksanakan Katekese Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2025 pertemuan kedua. Pertemuan yang berlangsung di rumah Mama Yohana Ndori ini difasilitasi oleh Ibu Paulina Alle dan dihadiri oleh belasan umat yang dengan penuh antusias mengikuti jalannya katekese.

Tema yang diangkat pada pertemuan kedua ini adalah “Allah Sumber Pembaruan Relasi dengan Sesama” dengan dasar Kitab Suci dari Zakaria 7:1-14. Melalui teks ini umat diajak untuk merenungkan bagaimana Tuhan menegur umat Israel yang berpuasa tanpa ketulusan hati, sekaligus mengkritik perilaku hidup yang menyimpang dari kehendak-Nya. Umat diingatkan untuk tidak menindas orang lemah, seperti janda, anak yatim, pendatang, dan orang miskin, serta tidak merancang kejahatan terhadap sesama.

Pesan yang disampaikan Kitab Suci ini terasa begitu relevan dalam kehidupan umat saat ini. Seperti halnya umat Israel pada masa lalu, manusia zaman sekarang pun sering jatuh dalam sikap yang sama: melalaikan perintah Tuhan, mengabaikan kasih kepada sesama, bahkan menutup hati terhadap suara kebenaran. Namun, di balik semua itu, umat disadarkan bahwa Allah selalu memberi kesempatan untuk bertobat dan memulihkan relasi, baik dengan-Nya maupun dengan sesama.

Dalam penjelasannya, fasilitator Ibu Paulina Alle menekankan pentingnya menjadikan Kitab Suci sebagai sumber inspirasi hidup sehari-hari. Ia mengajak umat untuk membangun relasi yang penuh kasih dalam keluarga, lingkungan sekitar, dan khususnya di dalam KUB. “Kita diajak untuk tidak saling menindas, melainkan saling mengasihi dan menunjukkan kasih setia satu sama lain,” ungkapnya. Penegasan ini disambut umat dengan semangat dan disertai sharing pengalaman yang memperkaya pemahaman tema katekese.

Suasana katekese semakin hidup ketika beberapa umat membagikan pengalaman pribadi mereka. Ibu Ida, Ibu Fabiana, Ibu Lin, dan Ibu Regina Tse dengan lugas menceritakan pergulatan dalam menjaga hubungan baik dengan tetangga maupun sesama. Kisah-kisah sederhana namun nyata itu menghadirkan refleksi mendalam bahwa relasi yang sehat memang membutuhkan kesabaran, kebijaksanaan, dan hati yang terbuka.

Bapak Fernandes menambahkan pandangan kritis tentang cara menegur orang yang berbuat salah. Menurutnya, teguran sebaiknya disampaikan dengan bahasa dan sikap yang tepat sehingga lebih mudah diterima. Sebaliknya, bila teguran disampaikan dengan nada kasar atau sikap yang kurang elok, sering kali justru menimbulkan penolakan. Ibu Wati dalam sharingnya menyatakan bahwa meski teguran kadang ditolak, tugas umat tetaplah menyampaikan kebenaran. “Kalau orang yang ditegur marah atau membenci kita, itu bagian dari salib hidup yang harus kita pikul,” ujarnya tegas.

Pengalaman menarik juga dibagikan oleh Ibu Fabiana yang pernah berselisih dengan tetangganya. Setelah hubungan memburuk dan komunikasi terputus, ia tak menyangka bahwa tetangganya yang semula tersinggung tetap memberi sumbangan dalam acara hajatan keluarganya meski tidak diundang. Peristiwa kecil itu menjadi jalan damai yang tidak disangka-sangka. “Tuhan punya cara sendiri untuk memperbaiki relasi yang sempat retak,” katanya penuh syukur.

Ibu Emerensiana dalam refleksinya menambahkan bahwa dalam setiap relasi, baik yang menyenangkan maupun yang penuh konflik, sikap saling memaafkan harus selalu diutamakan. Menurutnya, kesediaan untuk meminta maaf maupun memberi maaf adalah wujud nyata dari iman yang hidup. “Selanjutnya kita serahkan kepada Tuhan yang Maha Pengampun untuk menggerakkan hati setiap orang,” tandasnya.

Katekese pertemuan kedua ini akhirnya ditutup dengan doa bersama. Umat yang hadir merasa diperkaya dan dikuatkan untuk senantiasa memelihara relasi kasih dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berkomitmen untuk terus menjadikan Kitab Suci sebagai sumber inspirasi dan pedoman dalam bersikap serta bertindak.

Dengan penuh syukur, umat KUB Sto. Mikhael Malaikat Agung Oebobo B menyadari bahwa hidup beriman tidak hanya ditandai dengan doa dan ibadah, tetapi juga dengan kesediaan untuk hidup berdamai dan membangun relasi yang sehat dengan sesama. Pertemuan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa setiap pribadi dipanggil untuk menghadirkan kasih Allah dalam kehidupan nyata, mulai dari lingkungan terkecil di sekitar mereka.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *