Kamis, November 20, 2025
Berita

Menjadi Sahabat Seperjalanan Yang Saling Meneguhkan

Batakte, 10 November 2025 – Lebih dari 60 imam diosesan Keuskupan Agung Kupang, yang berkarya di wilayah Kota dan Kabupaten Kupang, berkumpul di Stasi Santa Maria Fatima Batakte untuk mengikuti Temu Unio Imam Projo Keuskupan Agung Kupang, Wilayah Kota dan Kabupaten Kupang. Kegiatan ini diawali dengan rekoleksi  bersama, yang dipimpin oleh RD Stef Mau.

Dalam pengantar refleksinya, Romo Stef, yang juga adalah Kepala SMAK Giovani Kupang, mengajak para imam untuk merenungkan kisah dua murid yang berjalan menuju Emaus (Luk 24:13–35) sebagai ikon perjalanan imamat. Ia menegaskan bahwa perjalanan hidup seorang imam bukanlah jalan yang ditempuh sendirian, melainkan perjalanan bersama Kristus, saudara imam lainnya, dan umat Allah.

“Ketika seorang imam berjalan sendirian, api panggilan bisa meredup. Persaudaraan menjadi tempat di mana api itu terus dinyalakan,” ungkap Romo Stef dalam salah satu bagian refleksinya.

Ia menyoroti tiga dinamika dasar kehidupan imamat yang diambil dari kisah Emaus: berjalan bersama, mendengarkan dengan hati, dan memecahkan roti. Melalui Ekaristi, imam menemukan kembali sumber kekuatan dan cinta yang menghidupkan pelayanan.

Selain refleksi Kitab Suci, Romo Stef juga menegaskan dasar teologis persaudaraan imamat sebagaimana tertuang dalam dokumen Gereja seperti Presbyterorum Ordinis, Pastores Dabo Vobis, dan Directory for the Ministry and Life of Priests. Ketiganya menekankan bahwa imam dipanggil untuk hidup dalam komunio fraternitatis — persaudaraan yang lahir dari rahmat tahbisan dan panggilan Kristus yang sama.

Dalam bagian lain, Romo Stef mengutip ajaran Paus Fransiskus tentang imam yang harus “memiliki bau domba”, yaitu gembala yang hidup di tengah umat, berjalan bersama mereka, serta hidup dalam persaudaraan yang nyata. Imam yang sejati, kata Romo Stef, bukan hanya pelaksana tugas, tetapi sahabat seperjalanan yang saling menopang dalam kasih Kristus.

Romo Stef juga mengajak para imam untuk terus merawat persaudaraan melalui langkah-langkah konkret, seperti perjumpaan rutin Unio yang hidup dan bermakna, kunjungan persaudaraan bagi rekan yang sakit atau bertugas di tempat terpencil, perayaan sederhana ulang tahun tabisan, dan pendampingan rohani antar imam. Menurutnya, “persaudaraan sejati tidak menutupi luka, tetapi saling menyembuhkan dan menguatkan.”

Setelah sesi rekoleksi, kegiatan dilanjutkan dengan sharing pengalaman pastoral, di mana para imam saling berbagi kisah, pergumulan, dan sukacita dalam karya pelayanan masing-masing. Suasana penuh keakraban dan semangat kebersamaan mewarnai sesi ini.

Acara kemudian ditutup dengan makan malam dan rekreasi bersama di pelataran Pastoran Stasi Batakte. Dalam suasana santai dan gembira, para imam saling bercengkrama dan mempererat ikatan persaudaraan. Kegiatan ini menjadi wujud nyata semangat komunio fraternitatis — persaudaraan imam yang hidup, yang penuh syukur, dan saling meneguhkan di tengah pelayanan Gereja.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *