Rabu, November 19, 2025
MUSPASSerba-Serbi

Memaknai MusPas Keuskupan Agung Kupang 2025: Antara Tantangan dan Harapan

Gereja Keuskupan Agung Kupang akan kembali menggelar Musyawarah Pastoral (MusPas) Keuskupan Agung Kupang di tahun 2025 ini. Kegiatan yang akan berlangsung pada 29 September – 3 Oktober 2025 ini tentu bukanlah sekadar agenda rutin Gereja lokal. Lebih dari itu, MusPas adalah sebuah momentum bersejarah yang menentukan arah pastoral Gereja di tengah dinamika kehidupan masyarakat wilayah ini yang penuh tantangan.

Konteks sosial masyarakat Nusa Tenggara Timur hari ini menampilkan wajah yang tidak sederhana. Kemiskinan struktural masih mencengkeram banyak keluarga. Akses pendidikan masih belum merata; masih ada anak-anak yang harus berjalan jauh untuk bersekolah, sementara di kota-kota besar kompetisi pendidikan justru semakin ketat. Dunia pendidikan kita juga ternoda dengan fenomena kekerasan, diskriminasi, hingga kasus perdagangan orang yang mencoreng martabat manusia. Tantangan ini diperparah dengan masalah klasik: terbatasnya lapangan pekerjaan, arus migrasi yang tinggi, dan melemahnya solidaritas sosial.

Ironisnya, di tengah persoalan ini, Gereja yang seharusnya menjadi sakramen keselamatan kadang kehilangan daya ubahnya. Sebagian umat merasa gembalanya jauh, sibuk dengan kenyamanan pribadi, dan terjebak dalam budaya fasilitas. Fenomena sebagian imam yang lebih mementingkan kenyamanan hidup ketimbang kesederhanaan bersama umat menjadi luka tersendiri dalam tubuh Gereja. Tidak jarang umat bertanya dengan getir: “Apakah Gereja masih hadir dalam suka-duka kehidupan kami, ataukah hanya sibuk dengan urusan internalnya sendiri?”

MusPas Pertama di Masa Penggembalaan Mgr. Hironimus Pakaenoni

Dalam konteks inilah MusPas 2025 menjadi sangat spesial. MusPas ini adalah yang pertama kali digelar di bawah penggembalaan Mgr. Hironimus Pakaenoni, yang baru saja menerima palium sebagai Uskup Agung Kupang. Dengan motto penggembalaannya “Pasce Oves Meas” (Gembalakanlah domba-domba-Ku, Yoh 21:17), beliau mengingatkan kembali perintah Yesus kepada Petrus, yang kini melalui suksesi apostolik diwariskan kepada para pemimpin Gereja.

Mandat Kristus ini menghadirkan panggilan yang konkret: umat Allah harus digembalakan dengan kasih, kedekatan, dan keteladanan. Seorang gembala sejati bukan hanya hadir di altar, tetapi juga berjalan bersama umat di jalan-jalan desa, di pasar, di sekolah, di rumah sakit, bahkan di tengah penderitaan akibat kemiskinan dan ketidakadilan. Pertanyaan yang layak diajukan secara jujur adalah: apakah umat sungguh merasakan kehadiran gembalanya dalam pergulatan hidup sehari-hari? Dan sebaliknya: apakah para gembala Gereja sungguh setia berjalan bersama umat dalam segala keterbatasan?

MusPas KAK 2025 diharapkan menjadi ruang refleksi bersama yang jujur, di mana Gereja tidak takut melakukan otokritik terhadap dirinya sendiri. Sebab Gereja hanya akan relevan dan dipercaya bila ia hidup seturut Injil, bukan bila ia sibuk menjaga wajah kelembagaan semata.

Tema MusPas: Pendidikan sebagai Jalan Transformasi

Tema MusPas 2025 berbunyi: “Gereja Keuskupan Agung Kupang Berjalan Bersama Menuju Indonesia Emas melalui Transformasi Pendidikan”. Tema ini lahir dari keprihatinan dan refleksi panjang di tingkat paroki, kevikepan, hingga keuskupan. Pendidikan dipilih sebagai fokus pastoral karena ia merupakan jalan fundamental untuk memanusiakan manusia.

Dalam sejarahnya, sekolah-sekolah Katolik di NTT telah memainkan peran vital dalam mencerdaskan generasi. Banyak tokoh bangsa, pejabat publik, maupun pelayan masyarakat lahir dari rahim pendidikan Katolik. Namun, dewasa ini lembaga pendidikan Katolik menghadapi tantangan serius. Di daerah pedalaman, keterbatasan guru, sarana prasarana, serta mahalnya biaya pendidikan membuat sekolah-sekolah Katolik kehilangan daya tarik. Di kota-kota besar, sekolah Katolik harus bersaing dengan sekolah-sekolah internasional yang menawarkan fasilitas mutakhir.

Fenomena ini menimbulkan paradoks. Di satu sisi, Gereja ingin tetap setia pada misinya membentuk manusia berkarakter, beriman, dan berintegritas. Di sisi lain, ada realitas pasar yang menekan: orang tua lebih tertarik pada sekolah yang menjanjikan prestasi akademik instan ketimbang pendidikan nilai dan iman. Akibatnya, perlahan identitas pendidikan Katolik memudar dan terancam kehilangan relevansinya.

MusPas KAK 2025 berupaya menjawab tantangan ini. Transformasi pendidikan yang diusung bukan sekadar memperbaiki kurikulum atau fasilitas, tetapi mengembalikan pendidikan pada jati dirinya: membentuk manusia seutuhnya, yang mampu berpikir kritis, berakar pada iman, dan siap mengabdi bagi sesama.

Sinodalitas sebagai Jalan Bersama

Selain pendidikan, MusPas 2025 juga menegaskan kembali pentingnya sinodalitas—hidup bersama sebagai satu tubuh Kristus dalam persekutuan, partisipasi, dan perutusan. Sinodalitas bukanlah konsep abstrak, melainkan cara hidup Gereja: berjalan bersama, mendengarkan satu sama lain, dan merangkul semua pihak.

Dalam sinodalitas, umat tidak lagi dianggap sebagai objek pelayanan, tetapi sebagai subjek yang turut serta membangun Gereja. Dengan demikian, MusPas tidak boleh hanya menjadi forum elit gerejawi, melainkan ruang inklusif di mana suara kaum muda, perempuan, kaum miskin, dan kelompok terpinggirkan juga didengar.

Menuju Indonesia Emas, Bukan Indonesia Cemas

Tema MusPas 2025 juga secara sadar mengaitkan diri dengan cita-cita nasional menuju Indonesia Emas 2045—100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Gereja tidak boleh bersikap eksklusif dan hanya mengurusi dirinya sendiri. Gereja dipanggil menjadi garam dan terang dunia, berkontribusi nyata dalam membangun kesejahteraan bersama.

Dalam konteks NTT, kontribusi itu terutama diwujudkan melalui keterlibatan dalam pembangunan manusia. Gereja harus berani tampil sebagai mitra kritis pemerintah, mengawal kebijakan publik yang berpihak pada rakyat kecil, sekaligus mengingatkan bila ada kebijakan yang melukai martabat manusia. Dengan cara itu, Gereja ikut memastikan bahwa perjalanan menuju Indonesia Emas benar-benar menghadirkan kesejahteraan bagi semua, bukan hanya bagi segelintir elite.

Indonesia Emas yang diimpikan bukanlah Indonesia Cemas, yang hanya diwarnai oleh kesenjangan sosial, maraknya perdagangan orang, kerusakan lingkungan, dan krisis moral. Di sini, Gereja Keuskupan Agung Kupang bersama umatnya diundang untuk berjalan sebagai peziarah pengharapan, sesuai dengan tema Yubileum 2025 yang dicanangkan Paus Fransiskus.

Harapan bagi Gereja Keuskupan Agung Kupang

MusPas Keuskupan Agung Kupang 2025 harus menjadi momentum kebangkitan pastoral, bukan sekadar acara seremonial. Ia harus melahirkan komitmen konkret:

  1. Gereja yang hadir di tengah umat. Uskup, imam, biarawan-biarawati, dan awam dipanggil untuk berjalan bersama, bukan berjalan sendiri-sendiri.
  2. Revitalisasi pendidikan Katolik. Sekolah-sekolah Katolik harus dikembalikan pada jati dirinya sebagai ruang pembentukan manusia beriman dan berkarakter, dengan solidaritas antarlembaga agar tidak ada sekolah yang tertinggal.
  3. Kesederhanaan hidup gembala. Para imam dipanggil untuk menanggalkan mentalitas fasilitas dan kembali kepada teladan Yesus yang miskin, sederhana, dan dekat dengan umat.
  4. Keberpihakan pada kaum kecil. Gereja harus hadir sebagai sahabat bagi yang miskin, korban kekerasan, perempuan dan anak, serta mereka yang menjadi korban perdagangan orang.
  5. Keterlibatan aktif dalam kehidupan bangsa. Gereja harus memberi kontribusi nyata dalam membangun NTT yang lebih sejahtera, adil, dan bermartabat.

Pada akhirnya, MusPas adalah undangan untuk bertobat secara pastoral. Gereja diminta untuk kembali kepada Injil, agar sungguh menjadi sakramen keselamatan yang hidup di tengah dunia.

Penutup

MusPas Keuskupan Agung Kupang 2025 adalah tonggak sejarah. Ia menghadirkan tantangan sekaligus harapan: tantangan untuk keluar dari krisis keteladanan, kemiskinan, dan ketidakadilan; sekaligus harapan untuk membangun Gereja yang setia pada Kristus, berjalan bersama umat, dan menjadi saksi harapan di tengah dunia.

Kiranya MusPas ini sungguh menjadi awal baru bagi Gereja Keuskupan Agung Kupang—Gereja yang hadir, peduli, dan relevan. Gereja yang berani bermimpi bersama bangsa menuju Indonesia Emas 2045, sekaligus setia menggembalakan umat Allah di bumi Flobamora dengan kasih, kedekatan, dan keteladanan hidup.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *