Menantikan Gembala Baru – Konklaf sebagai Momen Doa dan Pembaruan Gereja
Pendahuluan
Wafatnya Paus Fransiskus menutup sebuah era yang ditandai oleh kesederhanaan, keberanian berbicara tentang keadilan sosial, serta semangat reformasi dalam tubuh Gereja. Kini, Gereja Katolik di seluruh dunia mengarahkan pandangan ke Roma, menantikan dimulainya konklaf—pertemuan tertutup para kardinal untuk memilih Uskup Roma, Paus yang baru.
Namun, konklaf bukan hanya sebuah proses pemilihan pemimpin. Lebih dari itu, ia adalah misteri rohani yang membawa seluruh Gereja dalam permenungan mendalam tentang identitasnya, misinya, dan harapan-harapan akan masa depan. Dalam suasana duka, Gereja diajak untuk membuka diri terhadap pembaruan, dibimbing oleh Roh Kudus yang bekerja tidak melalui hiruk pikuk dunia, tetapi dalam keheningan hati para kardinal dan doa umat beriman.
1. Konklaf Bukan Sekadar Pemilihan
Dalam dunia modern yang terbiasa dengan proses politik demokratis, mudah bagi sebagian orang untuk melihat konklaf sebagai semacam pemilihan pemimpin biasa. Padahal, konklaf adalah sebuah peristiwa unik dalam hidup Gereja, yang menyatukan doa, tradisi, kebijaksanaan, dan penyerahan total kepada kehendak Allah. Para kardinal yang akan berkumpul dalam Sistina tidak datang membawa ambisi pribadi (atau seharusnya tidak), tetapi dengan rasa tanggung jawab besar terhadap seluruh umat Allah yang menantikan gembala baru.
Dalam liturgi pembukaan konklaf, kita mendengar seruan “Veni, Sancte Spiritus” – Datanglah, Roh Kudus. Seruan ini bukan sekadar simbolis. Ia menjadi napas utama konklaf, karena Gereja percaya bahwa hanya Roh Kudus yang mampu membimbing hati manusia memilih sesuai dengan rencana Allah, bukan kehendak dunia.

2. Gembala, Bukan Penguasa
Salah satu pesan utama yang diwariskan oleh Paus Fransiskus adalah visi tentang seorang Paus sebagai gembala, bukan penguasa; pelayan, bukan penguasa tahta. Visi ini sangat penting untuk dipegang dalam menantikan penerusnya.
Gereja saat ini menghadapi tantangan besar: sekularisme yang meningkat, penyalahgunaan dalam institusi Gereja, polarisasi internal, kemiskinan global, migrasi, dan perubahan iklim. Di tengah semua itu, umat tidak mencari seorang manajer organisasi yang andal secara teknis, tetapi seorang gembala yang mencintai, mendengar, dan memimpin dengan hati Kristus.
Kepemimpinan dalam Gereja harus bersumber dari teladan Kristus sendiri—yang membasuh kaki murid-murid-Nya, memeluk yang terpinggirkan, dan menyerahkan nyawa-Nya demi umat-Nya. Pemimpin seperti inilah yang dirindukan: Paus yang hadir bukan hanya di balkon Basilika Santo Petrus, tetapi juga dalam luka-luka Gereja yang tersembunyi.
3. Peran Umat: Menyertai dengan Doa
Sering kali umat merasa tidak terlibat dalam proses konklaf. Padahal, meskipun tidak memiliki hak suara, seluruh umat memiliki peran yang sangat penting: mendoakan. Ini bukan peran simbolis atau pasif, tetapi nyata dan mendalam. Setiap doa yang kita panjatkan—dalam Ekaristi, rosario, adorasi, atau bahkan dalam keheningan hati—menjadi bagian dari arus rahmat yang mengalir dalam konklaf.
Kita perlu memohon bukan agar terpilih Paus yang “kita inginkan,” tetapi Paus yang “dibutuhkan Gereja”—mungkin seseorang yang tidak populer di mata dunia, namun memiliki hati seperti Kristus.
4. Harapan Akan Pembaruan
Setiap konklaf adalah momen pembaruan. Gereja tidak pernah stagnan; ia senantiasa diperbarui oleh Roh Kudus yang bekerja melalui zaman, orang-orang, dan bahkan penderitaan. Paus baru yang terpilih tidak akan sempurna—seperti para pendahulunya pun tidak. Namun, ia dipanggil untuk setia, rendah hati, dan berani mengambil langkah-langkah profetik demi kesetiaan pada Injil.
Harapan kita bukan pada pribadi Paus itu sendiri, melainkan pada Kristus yang tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya. Paus adalah hamba para hamba Allah—ia menempati posisi tertinggi bukan untuk diagungkan, tetapi untuk lebih dahulu merendahkan diri.

Penutup
Ketika dunia menyoroti konklaf sebagai peristiwa penting global, marilah kita sebagai umat Katolik melihatnya dengan mata iman. Kita tidak sedang menonton drama politik, tetapi sedang ikut serta dalam kisah agung penyelenggaraan ilahi atas Gereja-Nya.
Mari kita mendukung konklaf ini dengan doa yang tekun, agar Tuhan berkenan memilihkan gembala yang sesuai dengan hati-Nya, untuk menuntun Gereja menuju kesatuan, kekudusan, dan keberanian di tengah dunia yang terus berubah.
