Jumat, Oktober 24, 2025
Serba-Serbi

Orang Muda Katolik: Saksi Damai dan Persaudaraan di Dunia Digital

Refleksi atas Pesan Paus Leo XIV untuk Hari Orang Muda Sedunia ke-40, 2025

Pesan Paus Leo XIV untuk Hari Orang Muda Sedunia ke-40 mengandung panggilan yang mendalam bagi generasi muda Katolik: menjadi saksi Kristus yang membawa damai dan persaudaraan di tengah dunia yang sarat tantangan. Paus mengingatkan bahwa kesaksian sejati berakar dari persahabatan dengan Yesus—sebuah relasi yang melahirkan kedamaian batin, semangat solidaritas, dan keberanian untuk mengasihi tanpa batas. Tantangannya kini, bagaimana panggilan itu dihidupi di tengah dunia digital yang begitu cepat, bising, dan sering kali membelah manusia dalam perpecahan dan kebencian?

Dunia digital sejatinya adalah ruang misi baru. Di dalamnya, orang muda tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga pembentuk budaya dan nilai. Media sosial—dengan segala potensi dan bahayanya—dapat menjadi altar baru tempat orang muda memberi kesaksian iman, bukan melalui khotbah panjang, melainkan lewat cara berinteraksi yang menghadirkan kasih, kejujuran, dan penghargaan terhadap martabat setiap orang. Dalam dunia yang mudah menilai, menghakimi, dan mempermalukan, menjadi saksi Kristus berarti memilih jalan dialog, bukan debat; empati, bukan ejekan; dan kebenaran, bukan sensasi.

Paus Leo XIV menulis bahwa “persahabatan dengan Kristus melahirkan persaudaraan dan damai.” Pesan ini sangat relevan dengan realitas digital saat ini, di mana relasi manusia kerap tereduksi menjadi like, share, dan comment. Orang muda Katolik diajak untuk tidak berhenti pada permukaan hubungan daring, tetapi menghadirkan “kehangatan dan rasa manis persaudaraan” di dunia maya. Artinya, menggunakan media digital sebagai sarana membangun, bukan meruntuhkan; menyembuhkan luka, bukan menambah luka; menyalurkan harapan, bukan menyebar ketakutan.

Kesaksian digital juga membutuhkan keberanian untuk menghadirkan Kristus dalam percakapan publik yang sering kali keras dan penuh polarisasi. Menjadi pembawa damai bukan berarti diam, tetapi berani berbicara dengan kasih. Dalam dunia yang haus akan perhatian, orang muda Katolik dipanggil untuk meneladani Yohanes Pembaptis: “ia hanya suara yang menunjuk kepada Sang Terang.” Di tengah banjir opini dan konten viral, orang muda harus mampu menunjukkan bahwa pusat hidup bukanlah diri sendiri, tetapi Kristus yang menghadirkan makna dan kebenaran sejati.

Menjadi saksi damai di dunia digital juga berarti berani menolak budaya kebencian dan disinformasi. Ini bisa dimulai dengan hal sederhana: memverifikasi berita sebelum menyebarkannya, memilih kata yang membangun saat berkomentar, serta menolak terlibat dalam cyber bullying atau ujaran kebencian. Setiap klik, unggahan, dan komentar bisa menjadi bentuk kesaksian iman yang kecil namun berharga.

Akhirnya, Paus Leo XIV mengingatkan bahwa damai dan persaudaraan sejati lahir dari Roh Kudus yang bekerja dalam diri kita. Dunia digital tidak boleh menjadi penghalang bagi karya Roh itu, melainkan ruang di mana kasih Allah semakin nyata. Dengan hati yang bersahabat dan iman yang hidup, orang muda Katolik dapat menjadikan media digital sebagai taman perjumpaan — tempat di mana Kristus hadir melalui senyum, empati, dan solidaritas virtual yang menumbuhkan harapan bagi dunia.

Dalam setiap layar yang menyala, hendaknya orang muda Katolik menyalakan terang Kristus. Di tengah dunia yang terbelah, mereka dipanggil untuk menjadi influencer kasih, content creator damai, dan penggerak persaudaraan sejati.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *