Minggu, Oktober 26, 2025
Renungan Harian

Senin, 24 Maret 2025

Hari biasa Pekan III Prapaskah

2Raj. 5:1-15a; Mzm. 42:2,3; Mzm. 43:3,4; Luk. 4:24-30

Dalam Injil hari ini, Yesus berada di Nazaret, tempat asal-Nya. Di sinilah Yesus menghadapi tantangan besar: penolakan dari orang-orang sekampung-Nya sendiri. Mereka sulit menerima bahwa seseorang yang mereka kenal sejak kecil dapat berbicara dengan penuh kuasa dan membawa kabar keselamatan. Yesus pun berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihormati di tempat asalnya” (Luk 4:24).

Perkataan Yesus ini sangat relevan dalam kehidupan kita. Sering kali, kita lebih mudah menerima kebenaran dari orang asing daripada dari mereka yang dekat dengan kita. Kita cenderung menilai seseorang berdasarkan latar belakangnya, bukan pada kebenaran yang dibawanya. Inilah yang terjadi di Nazaret: mereka tidak dapat menerima bahwa Yesus, seorang anak tukang kayu, adalah Sang Mesias.

Yesus kemudian mengingatkan mereka akan kisah nabi Elia dan Elisa, di mana berkat Tuhan justru diberikan kepada orang-orang asing—janda di Sarfat dan Naaman orang Siria. Ini semakin membuat orang-orang Nazaret marah, karena mereka merasa memiliki hak istimewa sebagai umat pilihan Allah. Mereka lupa bahwa Allah tidak terbatas hanya pada satu kelompok, tetapi berbelas kasih kepada semua bangsa.

Saudara-saudari terkasih,

Kisah ini mengajak kita untuk merefleksikan sikap kita dalam menerima kebenaran dan karya Allah. Adakah kita juga menolak kebenaran hanya karena datang dari orang yang kita anggap biasa atau rendah? Apakah kita berani membuka hati terhadap cara Allah bekerja, bahkan ketika itu tidak sesuai dengan harapan kita?

Terkadang, Tuhan berbicara kepada kita melalui orang-orang yang tidak kita duga: mungkin seorang teman, anggota keluarga, atau bahkan seseorang yang kita anggap tidak layak. Jangan sampai prasangka dan kesombongan menutup hati kita terhadap rahmat Tuhan.

Marilah kita belajar dari kesalahan orang-orang Nazaret. Janganlah kita menutup hati terhadap kebenaran hanya karena kita merasa sudah mengenal segalanya. Sebaliknya, marilah kita memiliki kerendahan hati untuk menerima sabda Tuhan, di mana pun dan melalui siapa pun itu disampaikan.

Semoga Tuhan membimbing kita agar selalu terbuka terhadap kehendak-Nya dan tidak terjebak dalam kesombongan rohani yang membuat kita menolak kebenaran. Amin.

Bagikan ke

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *