Jumat, 14 Maret 2025
Hari biasa Pekan I Prapaskah
Yeh. 18:21-28; Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8; Mat. 5:20-26
Dalam Injil hari ini, Yesus menyampaikan suatu ajaran yang sangat mendalam tentang keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi. Dia berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” (Mat 5:20). Kata-kata ini menantang kita untuk melihat lebih dalam bagaimana kita menjalani iman kita, bukan sekadar secara lahiriah, tetapi dengan hati yang benar di hadapan Allah.
Yesus menyoroti pentingnya keadilan yang bukan hanya bersifat hukum, tetapi juga keadilan yang berasal dari hati yang penuh kasih dan pengampunan. Ia berkata, “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum.” (Mat 5:21-22). Dengan kata lain, dosa bukan hanya terletak dalam tindakan fisik, tetapi juga dalam sikap hati kita. Kemarahan yang dipendam, dendam yang tidak terselesaikan, dan kebencian yang bertahan lama adalah bentuk-bentuk dosa yang merusak hubungan kita dengan sesama dan dengan Tuhan.
Yesus mengajarkan bahwa rekonsiliasi harus menjadi prioritas utama bagi setiap pengikut-Nya. Ia bersabda, “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah, dan engkau teringat bahwa saudaramu mempunyai sesuatu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahan itu di depan mezbah itu, dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu.” (Mat 5:23-24). Perintah ini menegaskan bahwa ibadah sejati bukan hanya tentang ritual atau aturan, tetapi juga tentang hati yang bersih dan hubungan yang baik dengan sesama.
Saudara-saudari, kita seringkali lebih mudah mengingat kesalahan orang lain daripada mengakui kesalahan kita sendiri. Namun, Yesus mengundang kita untuk bertindak dengan rendah hati dan berani mengambil langkah pertama dalam memperbaiki hubungan yang rusak. Pengampunan bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru tanda kekuatan rohani yang sejati. Dengan mengampuni dan berdamai, kita membiarkan kasih Allah bekerja dalam hidup kita.
Yesus juga memberikan peringatan yang serius: “Berbaiklah dengan lawanmu dengan segera selagi engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan.” (Mat 5:25). Ini berarti kita tidak boleh menunda untuk berdamai. Kita tidak tahu kapan hidup ini berakhir, dan oleh karena itu, kita harus selalu siap untuk berdamai dan hidup dalam kasih.
Saudara-saudari terkasih, melalui perikop ini, kita diajak untuk menjalani iman yang lebih dari sekadar aturan. Hidup keagamaan kita harus lebih benar daripada hanya sekadar mengikuti hukum secara lahiriah. Kita juga diajak untuk menghindari kemarahan dan dendam karena dosa bukan hanya soal tindakan, tetapi juga soal sikap hati kita. Selain itu, kita harus mengedepankan rekonsiliasi karena perdamaian dengan sesama adalah bagian tak terpisahkan dari ibadah sejati.
Marilah kita mohon rahmat dari Tuhan agar hati kita selalu dipenuhi dengan kasih dan kerendahan hati. Semoga kita selalu berusaha untuk berdamai dengan sesama, agar hidup kita menjadi saksi nyata dari kasih Allah di dunia ini. Amin.
